Hubungan percintaan remaja ternyata lebih rumit daripada hubungan cinta
orang dewasa yang terikat dalam komitmen yang lebih serius.
Jika hubungan cinta orang dewasa lebih dipengaruhi oleh kemampuan mengatasi konflik, pada remaja, kemampuan mengatasi konflik tidak menjadi faktor apakah hubungan cinta remaja bisa berlanjut atau berakhir.
Hal itu terungkap dalam penelitian para ahli di Arizona State University, yang diterbutkan dalam jurnal PLOS ONE, baru-baru ini.
Peneliti mewawancarai 80 murid SMA di Belanda tentang hubungan cinta mereka dan konflik, lalu merekamnya.
Para remaja menginterpretasikan konflik sebagai kecemburuan, tidak saling menghormati, tidak lagi jatuh cinta, atau perbedaan minat terhadap pesta.
Empat tahun kemudian, hasil wawancara itu ditindaklankjuti dan peneliti menghubungkannya dengan kehidupan cinta mereka saat ini. Hanya sembilan pasangan yang masih bertahan, sisanya bertahan enam hingga tujuh bulan.
Peneliti berpendapat faktor pertemanan dengan sebaya justru menjadi alasan utama hubungan cinta remaja bertahan atau berakhir.
Jika hubungan cinta orang dewasa lebih dipengaruhi oleh kemampuan mengatasi konflik, pada remaja, kemampuan mengatasi konflik tidak menjadi faktor apakah hubungan cinta remaja bisa berlanjut atau berakhir.
Hal itu terungkap dalam penelitian para ahli di Arizona State University, yang diterbutkan dalam jurnal PLOS ONE, baru-baru ini.
Peneliti mewawancarai 80 murid SMA di Belanda tentang hubungan cinta mereka dan konflik, lalu merekamnya.
Para remaja menginterpretasikan konflik sebagai kecemburuan, tidak saling menghormati, tidak lagi jatuh cinta, atau perbedaan minat terhadap pesta.
Empat tahun kemudian, hasil wawancara itu ditindaklankjuti dan peneliti menghubungkannya dengan kehidupan cinta mereka saat ini. Hanya sembilan pasangan yang masih bertahan, sisanya bertahan enam hingga tujuh bulan.
Peneliti berpendapat faktor pertemanan dengan sebaya justru menjadi alasan utama hubungan cinta remaja bertahan atau berakhir.